Lompat ke konten

Komunitas St. Agnes Surabaya

Berdirinya biara St. Agnes di Jl. Mendut ini sebenarnya merupakan rangkaian perkembangan karya Pendidikan di paroki Ketabang. Pada tahun 1965, dirintis pendirian biara oleh Sr. Jolentis bersama Sr. Augustine dan kemudian menyusul beberapa suster pindahan dari Jalan Jimerto. Sr. Jolentis menjadi pemimpin pertama dari biara yang mempunyai nama pelindung Santa Agnes ini, yang sekaligus juga berkarya di SMP/SMA Santa Agnes.

Kebutuhan akan Pendidikan menengah mendorong pendirian sebuah sekolah menengah pertama putri. Diawali dengan satu kelas di tahun 1952, menjadi dua, tiga, empat kelas dan seterusnya hingga di tahun 2000 ini SMP St. Agnes mempunyai 18 kelas. Pada tahun-tahun pertama, sekolah ini meminjam lokal di SR Yohanes Gabriel, dan ketika mencapai empat kelas, terpaksa du akelas ditempatkan di lokal SR Theresia (sekarang aula SMP St. Stanislaus). Dapatlah dibayangkan, bagaimana para guru harus menempuh jarak cukup jauh bahkan dengan medan yang berlumpur dan berumput alang-alang untuk mencapai lokal yang satu dari lokal yang lain. Tahun 1954, barulah SMP Putri St. Agnes diberkati secara resmi oleh Mgr. Klooster CM, uskup Surabaya.

 

Dengan berjalannya waktu, merasakan kebutuhan sekolah menengah atas, para suster kita bermaksud mendirikan sebuah SMA. Waktu itu sudah ada SMA Putri Mater Amabilis milik paroki, yang berlokasi di Jl. Teratai. Karena pada masa itu tidak diijinkan dua SMA di satu paroki, maka pada tahun 1963 sekolah itu diserahkan secara resmi kepada suster kita di bawah Yayasan Yosef. Lokasinya pun dipindahkan ke Jl. Mendut, satu lokasi dengan SMP St. Agnes, namun kepala sekolahnya masih tetap yakni Bpk. Soekarsono hingga di tahun 1990 digantikan oleh Sr. Yosefa.

SMKK Mater Amabilis didirikan tahun 1953 sebagai SGKP (Sekolah Guru Kepandaian Putri) oleh Pastor Veel CM yang terinspirasi oleh kurangnya tenaga-tenaga guru kepandaian putri. Oleh satu dan lain hal, kondisi sekolah ini menurun baik kualitas maupun jumlah siswanya, sehingga di tahun 1967 diserahkan kepada Yayasan Yosef karena paroki tidak sanggup lagi mengelolanya. Karena belum mempunyai suster yang berkompetensi mengelola sekolah seperti ini, maka diundanglah Sr. Lydewyde dari Flores untuk membantu Sr. Agustine yang menjadi kepala sekolahnya di tahun 1968.

Pada tahun 1973, dilakukan perluasan tanah biara dengan membebaskan 21 rumah di sekeliling biara. Mereka dipindahkan dan mendapat ganti rugi. Dengan demikian, Sekolah Mater Amabilis di Jln. Teratai terhubung langsung dengan Jin. Mendut. Komunitas menggunakan nama pelindung Santa Agnes, mengikuti nama pelindung sekolah. Perluasan kompleks biara/sekolah Santa Agnes ini terhenti karena pemilik tanah makam keluarga yang ada di samping biara tidak berkenan menjualnya kepada kita. Sekarang kompleks makam itu sudah menjadi kompleks Koramil dan Polsek sehingga kemungkinan perluasan tanah menjadi mustahil. Dengan demikian, pengembangan lebih pada peman-faatan tanah yang ada semaksimal mungkin.

 

Tersentuh oleh adanya anak-anak usia sekolah yang tak tersentuh Pendidikan dalam kelompok marginal tuna wisma yang tinggal di kompleks makam di dekat sekolah Mater Amabilis, Sr. Lydewyde merintis berdirinya SD Sosial, suatu sekolah dasar yang menampung anak-anak itu dan karenanya menggunakan kurikulum dan aturan-aturan yang sangat ringan. Ada dua guru awam sebagai pengajarnya.

Para suster kita yang sudah berkarya Pendidikan di paroki Ketabang dan tinggal di St. Melania ikut pindah ke Jl. Jimerto. Baru pada tahun 1965 dirintis pendirian biara oleh Sr. Jolentis bersama Sr. Agustine dan kemudian menyusullah beberapa suster pindahan dari Jl. Jimerto. Sr. Jolentis menjadi pimpinan pertama biara yang mempunyai pelindung St. Agnes ini, sekaligus berkarya di SMP/SMA St. Agnes. Beliau juga menjadi Pengurus TK/SD Paroki hingga 1970 dan digantikan oleh Sr. Seraphine, yang menjadi suster kita yang terakhir mengurus pengelolaan kepala sekolah SD, yakni SD Yohanes Gabriel hingga tahun 1974. Keterlibatan yang ada hanya sebatas mengajar budi pekerti dan/atau agama.

Di tahun 1973, dilakukan perluasan tanah biara dengan membebaskan 21 rumah sekeliling biara. Mereka dipindahkan dan mendapat ganti rugi. Dengan demikian sekolah Mater Amabilis di Jl. Teratai terhubung langsung dengan Jl. Mendut.

Perluasan komplek biara/sekolah St. Agnes ini terhenti karena pemilik tanah makam keluarga yang ada di samping biara tidak berkenan menjualnya kepada kita. Sekarang, kompleks makam itu sudah menjadi kompleks Koramil dan Polsek, sehingga kemungkinan perluasan tanah menjadi semakin mustahil. Maka pengembangan lebih pada pemanfaatan tanah yang ada semaksimal mungkin, antara lain membuat bangunan-bangunan berlantai 2, 3, dan di tahun 2000 dikerjakan pembangunan Gedung berlantai 4 di lokasi SMA untuk menambah daya tampung siswa sesuai kebutuhan. Sedikit tanah yang berhasil dibeli dari keluarga pemilik makam, dimanfaatkan secara maksimal untuk lapangan olah raga.

Komunitas Santa Agnes menjadi komunitas yang memiliki asrama putri untuk peserta didik, yang tinggal satu atap dengan komunitas para suster, pada bulan Oktober 2014. Suatu keputusan yang cukup berani untuk menerima anak-anak asrama tinggal bersama dengan para sus-ter. Anak-anak menempati lantai 3 Komunitas Santa Agnes, dengan didampingi oleh seorang suster di setiap lantainya. Sementara itu, para suster tinggal di lantai 1 dan 2. Hal itu terjadi karena anak perempuan yang berasal dari luar Surabaya maupun luar pulau yang ingin men-dapat pendidikan lebih baik dan tinggal di asrama makin banyak, bahkan pernah mencapai 70 anak.

Keberanian untuk memulai suatu karya baru membutuhkan keberanian dari para suster untuk juga belajar terus-menerus: mengenal diri, orang lain, menerima setiap pribadi, mengendalikan diri, dan bersabar. Nilai-nilai kehidupan yang dihidupi oleh Komunitas Santa Agnes adalah: saling mengampuni, saling memberi dan menerima, serta kebersamaan.

Sejarah pembangunan Asrama Santa Agnes dimulai pada 20 Januari 2017, saat Sr. Augusta mengadakan pertemuan dengan para suster Komunitas Santa Agnes, yang membahas tentang rencana pembangunan asrama di bawah pengelolaan Yayasan Yosef Freinademetz. Pada tanggal 5 September 2017 mulai diadakan pembongkaran asrama. Peletakan batu pertama pem bangunan Asrama Santa Agnes dilakukan pada tanggal 16 Desember 2017. Tanggal 3 Mei 2019 diadakan Misa Syukur dan pemberkatan asrama baru Unit-D, yang dipersembahkan oleh RP. Tetra, CM. Awal tahun 2020 ketika Covid-19 melanda Indonesia, Komunitas Santa Agnes juga me lakukan lockdown, dan anak asrama kembali ke keluarga masing-masing.

Sumber : Buku 100th SSpS Provinsi Jawa “Menari Bersama Sang Api”