Komunitas Roh Kudus Blitar





Perintisan pembukaan biara di Blitar dimulai dengan kunjungan Sr. Feliciana dan Sr. Humiliana ke Blitar tahun 1926. Tak lama kemudian, didirikanlah karya-karya Pendidikan yang bernaung di bawah “Joseph Stichting” (=Yayasan Yoseph) yang didirikan berdasarkan akte 5 Mei 1927. Akte asli ditanda-tangani oleh Sr. Feliciana Agatha Galland dan Sr. Aldegonda Hubertine Everts. Untuk tempat tinggal para Suster, dibangun satu biara yang dinamakan Biara Roh Kudus, dan sejak tahun 1932 hingga 1950 resmi menjadi regionalat. Biara ini adalah rumah milik SSpS yang pertama.
1934-Asrama Putri Santa Maria Blitar
Terdorong oleh kesadaran dan kepedulian agar banyak anak perempuan mendapat kesem-patan yang makin luas untuk mendapatkan pen-didikan yang memadai, maka di awal tahun 1934 dibuka “Asrama Puteri Santa Maria” di Blitar. Asrama ini berlokasi di kompleks SDK Santa Maria dan dikelola sendiri oleh para suster. Asra-ma ini menampung anak-anak yang bersekolah di Sekolah Rakyat (SR) yang diselenggarakan oleh para suster. Dengan adanya asrama maka anak-anak dari luar Kota Blitar-pun dapat bersekolah. Di samping itu, para suster dapat membentuk karakter anak-anak sebagai integrasi antara pendidikan formal dalam keseharian hidup dan kegiatan di asrama.
1997-Asrama Taman Kartini Kesamben
Resapombo adalah perjalanan berikutnya. bagi SSPS dalam menemani kaum muda. Kali ini adalah anak-anak buruh petik teh yang belum berpendidikan. Para suster membuka rumah di Kesamben, sebagai tempat tinggal bagi mereka yang ingin bersekolah di Kesamben. Pada waktu itu belum ada SMP dan SMA di Resapombo. Bekerja sama dengan SMP Katolik Kesamben, dirintislah sebuah asrama sebagai tempat ting-gal bagi anak-anak muda, putra dan putri, yang bersekolah di SMP Katolik tersebut dan bahkan meneruskan sampai ke jenjang SMA. Karena itu, hadirlah Asrama “Taman Kartini” dengan status milik Keuskupan Surabaya, tetapi dibidani lahirnya dan kemudian dikelola oleh para Suster SSpS, pada tanggal 3 Februari 1997. SSPS memprakarsai adanya asrama tersebut se-bagai bentuk kepedulian pada pendidikan anak-anak dari keluarga yang tidak mampu, khususnya anak para buruh kebun teh, yang ingin sekolah di SMP dan SMA di Kesamben.
Anak-anak bersekolah dengan biaya rela tif murah bahkan beberapa anak dicarikan orang tua asuh. Perkembangan selanjutnya, di Resapombo juga dibangun SMP dan SMA. Kon-disi ini dirasa sudah tidak sesuai lagi dengan misi awalnya, di samping beberapa pertimbangan tek nis lainnya. Karena itu, pada tahun 2017, asrama tersebut diserahkan oleh SSpS kepada Keuskupan Surabaya.
Berbagai jenis sekolah berdiri dan berkembang di sana, antara lain:
- HCS dengan Kepala Sekolah Sr. Josua
- TK Eropa dan Cina, juga sekolah Kepandaian Putri Jawa dan asrama putri Eropa
Tahun 1934, didirikan asrama putri Jawa dengan direktris Sr. Amandine
Tahun 1935 berdiri sekolah rakyat putri Jawa dan di tahun 1936 muncul sekolah industry dan kepandaian putri yang dikepalai oleh Sr. Geertruid. Juga ada Kursus Dagang yang dipimpin oleh Sr. Coelestis dan Sr. Clarina, yang dikenal sebagai guru piano yang baik.
Karya-karya di bidang Pendidikan ini berjalan terus sampai terjadi perang, dan tantara Jepang menduduki sekolah. Sekolah ditutup dan para Suster beserta karyawatinya harus bersembunyi di kamar mandi biara.
Sesudah perang, dimulailah lagi karya-karya: di TK yang menurut dokumen yang ada, dibuka tanggal 2 September 1946 dengan Kepala Sekolah Sr. Bonosia. Sedangkan SDK dimulai tahun 1949 dengan Kepala Sekolah Sr. Magita. Sekolah Menengah Kepandaian Putri juga ada di sana.
Masa Gestok (Gerakan 30 September 1965), menjadi masa mencekam yang kedua setelah masa perang. Para Suster mengalami ketakutan dan ketegangan. Beberapa di antaranya melihat sendiri kengerian-kengerian akibat kebuasan manusia terhadap sesamanya.
Sumber : Buku 100th SSpS Provinsi Jawa “Menari Bersama Sang Api”