SD Katolik St. Maria Blitar

1927-SDK Santa Maria Blitar
Pada langkah awal, di tahun 1927, para suster mengembangkan pendidikan Europee Lagere School (ELS) di Jalan Pahlawan Blitar dengan Sr. Theresia, SSpS sebagai kepala sekolah. Semen-tara itu, SDK Santa Maria didirikan oleh para suster juga pada tahun yang sama, tepatnya tanggal 1 Agustus 1927, di bawah Yayasan Yoseph. Dibangunlah di tahun itu gedung Sekolah Rakyat (SR) memanjang dari timur ke barat. Ada 9 (sembilan lokasi, yang terdiri dari 6 (enam) ruang kelas, 1 (satu) kantor tata usaha, 1 (satu) ruang kepala sekolah, dan 1 (satu) ruang di ujung paling timur, yang semula teras, digunakan sebagai ruang perpustakaan dan gudang.
Pada tahun 1927 itu juga, para suster membeli sekolah Holland Chineese School Partikulir (HCSP), yang berada di Jalan Melati (tepatnya sekarang menjadi Lapangan Tenis Melati), yang dikhususkan untuk pendidikan anak-anak Cina. Oleh para suster, sekolah tersebut dipindahkan dari Jalan Melati ke Jalan TGP, tepatnya di Pabrik Rokok Bokor Mas dan diberi nama “HCSP Sint Yoseph”. Hingga memasuki periode tahun 1940-an, sekolah sempat pindah untuk ketiga kalinya kembali ke Jalan Melati, tepatnya di gudang beras, sebelah timur SLTPN II Blitar (sebelumnya HCS Negeri).
Tahun 1935 berdiri Sekolah Rakyat Puteri Jawa, yang kemudian melahirkan Sekolah Industri dan Kepandaian Puteri di tahun 1936. Sekolah ini dikepalai oleh Sr. Gertruid, SSpS. Selain itu, dibuka kursus dagang yang dipimpin oleh Sr. Coelestis, SSpS dan Sr. Clarina, SSpS.
Sejak berdiri, SDK Santa Maria sudah mewu-judkan persatuan dengan menerima atau membaurkan siswa dari mana saja, tanpa membedakan warna kulit, suku, ataupun agama, pribumi atau golongan sosial ekonomi. Hal itu sangat berbeda dengan kebijakan pemerintahan Hindia Belanda yang saat itu menjajah, yang melakukan diskriminasi.
Karya pendidikan di Blitar ini terus berkembang hingga akhirnya ditutup karena tentara Jepang menduduki SDK Santa Maria yang dijadikan markas. Semua suster dan beberapa guru yang sebagian besar berasal dari Belanda langsung diinternir. Keadaan itu menyebabkan administrasi sekolah kacau dan bahkan sebagian besar data sekolah raib.
Sesudah perang, sekitar tahun 1945, SDK Santa Maria dibuka kembali dengan murid tidak hanya murid baru yang mendaftar tetapi juga beberapa murid sebelum tahun 1942. Sayangnya, kegiatan belajar mengajar itu hanya dapat berlangsung 1 tahun. Sekolah harus ditutup lantaran perang agresi sampai awal tahun 1947. Semasa itu, SDK Santa Maria sempat menjadi markas tentara Indonesia melawan tentara NICA.
Baru di tahun 1947, sekolah kembali berfungsi dan memulai ajaran baru, dengan kepala sekolah Sr. Magita, SSpS. Seluruh kegiatan belajar dan administrasi mulai dibenahi kembali. Jumlah murid makin bertambah dari tahun ke tahun.
Penambahan ruang-ruang kelas dan fasilitas sekolah terus dilakukan karena jumlah murid yang terus meningkat. Tahun 1983 dibangun Aula Sanakrida, yang dilanjutkan dengan merehab 15 (lima belas) kelas di tahun 1988. Sejak tahun 1998, lonceng yang menggantung di pohon mahoni, yang menjadi ikon sekolah untuk pergantian jam pelajaran, digantikan dengan bel listrik. Beberapa perubahan dan pembangunan terus dilakukan, antara lain: tahun 2020 tersedia ruang komputer dan penambahan 3 (tiga) kelas, penggantian pagar besi di tahun 2012, membuat lapangan basket dan green house tahun 2013. Di tahun 2014 tercatat penambahan 4 (empat) ruangan (dekat TMP) dan merehab perpustakaan. Yang terakhir, tahun 2023, demi menjaga kelancaran lalu lintas dan keselamatan para siswa, telah dibuatkan area dropzone di bagian depan biara dan juga membuat pos satpam.
Bukan hanya karena sarana fisiknya saja, SDK Santa Maria juga dikenal karena disiplin dan ber-mutu pendidikannya. Pendidikan karakter sejak anak usia dini telah diterapkan dengan baik dan menjadi ciri khas sekolah. Sekolah juga dikenal sebagai sekolah yang asri dengan halaman ber-main yang luas, bersih, dan sejuk karena banyak pohon yang rindang. Sekian banyak tantangan, keterbatasan dan perjuangan telah dilewati oleh SDK Santa Maria… terus setia “menari” mengikuti ke mana Roh Allah bergerak melintasi zaman ke zaman… tetap ada…. tetap melekat dan populer di kalangan masyarakat Kota Blitar ……..masih menjadi sekolah favorit hingga hari ini…
Sumber : Buku 100th SSpS Provinsi Jawa “Menari Bersama Sang Api”