Lompat ke konten

PAUD (TPA-PG-TK) St. Rafael Singaraja

SEJARAH PANTISILA - SINGARAJA

Mgr. Hubertus Hermens, SVD adalah Vicaris Apostolik Denpasar yg pertama. Atas gagasan Mgr. Hubertus Hermens, SVD beserta Dewan Gereja Katolik Singaraja, tanggal 17 Maret 1960  di Buleleng mendapat ijin untuk membuka Klinik Bersalin Pantisila. Karena belum memiliki tempat sendiri, Klinik Bersalin Pantisila masih meminjam tempat praktek dr. Hadiwijojo di Jl. Gajah Mada No. 13

Tanggal 13 Maret 1961, Mgr. Hubertus Hermens, SVD membeli tanah 11 are untuk keperluan gereja, sekolah dan asrama u guru dan klinik Bersalin di Jl, Imam Bonjol Singaraja. Oleh karena itu Klinik Pantisila pindah dari tempat praktek dr. Hadiwijojo ke Jl. Imam Bonjol. Pada tahun ini, Klinik Bersalin Pantisila merupakan klinik pertama yang ada di Buleleng.  Klinik Bersalin Pantisila semakin dikenal oleh masyarakat karena mutu pelayanannya dan kehadirannya sungguh dibutuhkan.

Tahun 1967 Vicaris Apostolik Denpasar diganti oleh Mgr Sani, SVD.  Mgr. Paulus Sani, SVD meminta kepada para suster SSp.S untuk membuka poliklinik dan Klinik Bersalin di Singaraja. Tiga Suster S.Sp.S yakni Sr. Ittaberga, Sr. Nolandis, dan Sr. Elvire berangkat ke Bali melalui Denpasar. Ketiga suster ini mendapat izin dari Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali dr. A.A. Md. Djelantik untuk membuka poliklinik dan Klinik Bersalin di Singaraja. Berhubung keadaan gedung tidak memungkinkan untuk ditempati, maka para suster S.Sp.S membeli gedung keuskupan yang berada di Jl. Gunung Agung No. 27 untuk dibangun menjadi Poliklinik, BKIA dilengkapi dengan Asrama karyawan serta susteran.

Tahun 1970 Miserior di Jerman barat memberi izin dan membantu dalam pembiayaan pembangunan gedung tersebut. Tanggal 26 Nop 1975 Gedung selesai dibangun, diberkati dan diresmikan. Karya para suster S.Sp.S di Poliklinik, BKIA dan Rumah Bersalin, serta pelayanan sosial berjalan dengan lancar. Pelayanan di poliklinik dan klinik bersalin berkembang pesat sampai tahun 1990.

Dikarenakan adanya RSU (Rumah Sakit Umum) dan bermunculan rumah sakit dan klinik-klinik lain, misalnya RS. Kerta Dharma Usaha, RS. Tentara dan RSU Kerta Usada, maka jumlah pasien poliklinik maupun pasien klinik bersalin cenderung menurun.

Dengan melalui proses penegasan roh (discerment) yang panjang, Poliklinik/RB/BP/BKIA Pantisila Desember 2011 secara resmi ditutup dan alih fungsi menjadi Taman Penitipan Anak (TPA) Pantisila. Tanggal 18 Juli 2011, TPA Pantisila dibuka dengan jumlah anak yang dititipkan pertama berjumlah tujuh anak. Dan TPA Pantisila berkembang menjadi TPB, (Tempat Penitipan Bayi) dan berlanjut membuka kelas Kelompok Bermain (Play Group, untuk Tahun Pelajaran 2013/2014.

Sejarah Taman Penitipan Anak (TPA) St. Rafael Singaraja.

Berdasarkan Rapat Kapitel Provinsi SSpS Jawa Bulan November 2010 bahwa RB/BP/KIA/BKIA Pantisila diputuskan untuk ditutup, maka perlu segera dipersiapkan dengan sungguh-sungguh alih fungsi karya di komunitas Santo Rafael Singaraja dari RB/BP/KIA/BKIA menjadi Taman Penitipan Anak.

Diselenggarakan Survey sederhana tentang minat Taman Penitipan Anak bagi masyarakat Buleleng. Kuesioner Minat  Taman Penitipan Anak. Kuesioner dibagikan ke kantor-kantor di sekitar komunitas. Komunitas S.Sp.S Singaraja lebih dikenal dengan nama Pantisila. Untuk selanjutnya tetap digunakan kata Pantisila untuk mewakili komunitas S.Sp.S St. Rafael Singaraja. 

Lokasi Pantisila dikelilingi oleh perkantoran, antara lain Kantor Bupati, kantor Bapeda, Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Buleleng, Kantor DPRD, dan beberapa kantor dinas pemerintahan lainnya. Kesimpulan dari survey menunjukkan bahwa kehadiran TPA yang aman, nyaman, dan penuh kasih sangat dibutuhkan oleh masyarakat Buleleng. Berdasarkan survey sederhana tersebut, komunitas mempersiapkan sarana untuk pembukaan TPA.

Komunitas memutuskan untuk menggunakan Balai Pengobatan/Poliklinik yang sejak Desember 2010 sudah ditutup. Pada tahun 2011 jumlah pasien di Poliklinik dan Klinik BKIA Santo Rafael Singaraja sudah makin berkurang. Sementara itu, dilakukan kajian tentang prospek poliklinik dan BKIA. Di lingkung an sekitar, banyak ibu yang aktif bekerja dan mempunyai anak balita. Karena itu, para suster memutuskan untuk membuka sebuah penitipan anak balita (TPA), dengan nama TPA Santo Rafael. Tempat yang digunakan adalah bagian depan, yaitu ruangan yang pernah digunakan untuk Poliklinik dan Klinik BKIA. Di awal pelayanannya, jumlah anak yang dititipkan sebanyak 7 (tujuh) anak balita. Sejak itu, mulailah para suster ber-kiprah di ladang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).

Per-Juli 2011 para Suster S.Sp.S yang berkarya di Singaraja mengubah karya kerasulan dari pelayanan kesehatan menjadi pelayanan pendidikan jalur non formal. Senin, 11 Juli 2011 TPA Santo Rafael mulai beroperasional. Adapun jumlah anak  yang dititipkan pertama kali tujuh anak. Dari ke tujuh anak tersebut, empat anak merupakan putra-putri dari para guru SDK. Karya Yayasan Insan Mandiri. Di Singaraja, Yayasan Insan Mandiri telah lama memiliki TPA. TPA yang dikelola Yayasan Insan Mandiri tidak menerima anak-anak yang belum bisa berjalan lancar. Sedangkan ke empat anak yang dititipkan masih belum bisa berjalan dengan lancar. Ketujuh anak tersebut diasuh oleh dua pengasuh yakni Ibu Kd. Sariani dan Ibu Maria Goretti.

Dengan membuka pelayanan TPA ini, Para Suster SSpS bermimpi untuk membantu orang tua meletakkan dasar pembentukan pribadi yang sehat, cerdas, berkarakter serta mampu memilih untuk berpihak kepada kehidupan dari pada bertindak kekerasan.

Sejarah Play Group dan Taman Kanak-Kanak (PG dan TKK) St. Rafael Singaraja.

Setelah melalui proses discernment (pembedaan roh), maka pada tahun 2011 dilakukan studi kelayakan sederhana untuk membuka karya kerasulan yang baru yakni Taman Penitipan Anak (TPA). TPA Santo Rafael telah mendapat izin operasional No. 800/184 DISDIK Tahun 2014.

Dalam perkembangannya, TPA Santo Rafael membutuhkan kelas Play Group (PG) dan Taman Kanak-Kanak (TK). Berdasarkan informasi tentang data persalinan di Kecamatan Buleleng yang cenderung meningkat dan kualitas Play Group maupun TK di Kecamatan Buleleng yang masih perlu ditingkatkan, maka SSpS Provinsi Jawa memandang penting untuk melanjutkan pelayanan anak-anak ke Play Group dan Taman Kanak-Kanak. Dengan membuka kelas Play Group dan Taman Kanak-Kanak diharapkan dapat menambah jumlah Play Group dan Taman Kanak-Kanak yang bermutu di Kecamatan Buleleng ini. Untuk selanjutnya mengajukan permohonan untuk menyelenggarakan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) khususnya ijin menyelenggarakan Play Group (PG) dan Taman Kanak-Kanak (TK). 

Dalam perjalanan waktu, Tempat Penitipan Anak (TPA) tersebut berkembang cukup pesat. Makin banyak balita yang dipercayakan kepada para suster, sehingga diperlukan ruangan yang lebih besar dan memadai. Karena itu, dilakukan-lah renovasi gedung bagian belakang sebagai ruangan TPA yang baru.

Karena balita usia 3-4 tahun dirasa masih perlu mendapat pengawasan dan bimbingakhusus, maka para suster memutuskan untuk membuka Kelompok Bermain (Play Group) Santo Rafael, yang dapat mengakomodasi kebutuhan itu. Pembenahan dan penyediaan sumber daya manusia (SDM) yang memadai dan memenuhi standar yang ditetapkan, diupayakan dengan sungguh-sungguh seiring dengan makin bertam bahnya anak-anak yang dititipkan. Tercatat, para suster menerima penitipan anak sampai ber-jumlah 100 anak. Sebagai usaha agar tetap dapat merawat serta mendampingi para balita yang telah beranjak ke usia 4 (empat) tahun ke atas, didirikanlah Taman Kanak-Kanak (TKK) Santo Rafael pada tahun 2021, dan sudah terakreditasi oleh Pemerintah.

Dengan demikian, kerinduan para suster untuk tetap bisa merawat, mendidik, dan men-dampingi pertumbuhan dan perkembangan anak-anak balita yang dipercayakan kepada para suster dapat dilakukan secara berkesinambung-an, holistik, dan terintegrasi, sejak mereka masih bayi sampai usia 5 tahun. “Sentuhan awal dari hati penuh kasih dan tangan yang berjiwa dari para suster diharapkan mampu meninggalkan lukisan cinta yang menjadi kekuatan bagi anak-anak dalam meniti masa depan cemerlangnya.

Tahun 2019, saat pandemi Covid-19 mere-bak, para suster terpaksa merumahkan para karyawan dan tidak menerima penitipan anak-anak. Baru di tahun 2021, saat gelombang pandemi mulai surut, para suster kembali menerima anak-anak. Sejak itu, mulailah terdengar kembali gelak tawa, keceriaan dan tangisan anak-anak balita yang tinggal di ruang-ruang perawatan dan ruang belajar mereka.

“Tarian” yang kian gemulai dan dinamis mengikuti irama kidung kehidupan menebar-kan pesonanya”…. masuk ke sudut-sudut ladang misi dengan terlibat dalam karya kerasulan pen-didikan di keuskupan-keuskupan dan membuka asrama bagi para siswa yang menuntut ilmu di sekolah-sekolah