Lompat ke konten

LIVE IN DI PAROKI NGRAMBE – NGAWI

  • oleh

Pada tanggal 31 Agustus hingga 3 September 2023, beberapa Suster SSpS mengadakan live in di Paroki Kristus Raja Ngrambe, Ngawi. Ngrambe menjadi paroki sejak 1 November 2021. Tujuan diadakannya live ini selain promosi panggilan dan memperkenalkan Kongregasi SSpS khususnya SSpS Provinsi Jawa kepada umat di Paroki Ngrambe, juga untuk mengenal kehidupan umat disana, serta menjalin relasi dan kerjasama dengan umat dan romo di Paroki Ngrambe.

Selama live in, para suster tinggal di lingkungan-lingkungan yang berbeda dan tentunya masing-masing mengalami pengalaman-pengalaman yang berbeda. Kali ini para suster mensharingkan pengalaman mereka selama live in, yang tentunya juga memperkaya kita untuk semakin mengenal Paroki Ngrambe dan juga para suster SSpS.

MEMELIHARA DAN MEMPERTAHANKAN IMAN

Saya selama live in tinggal di Lingkungan St. Yohanes, di rumah keluarga Bapak Parmidi. Bapak Parmidi tinggal berdua dengan istri, sedangkan ketiga anaknya tinggal di Jakarta. Mereka memiliki Griya Semar yang letaknya disebelah rumah. Griya Semar biasanya digunakan sebagai sanggar seni maupun untuk pertemuan-pertemuan. Mereka juga merupakan salah satu donatur paroki. Bu Parmidi-lah yang menyumbang sebidang tanahnya untuk dibangun kapel, yang sekarang ini diberi nama Kapel St. Fransiskus Xaverius.

Dalam memelihara dan mempertahankan imannya mengikuti Yesus, mereka tak lepas dari perjuangan. Pernah rumah mereka yang di Jakarta dirusak oleh sekelompok orang karena Bapak Parmidi menyelenggarakan doa dirumah. Namun hal itu tidak memudarkan iman mereka dalam mengikuti Yesus dan dalam melakukan pelayanan.

Di Lingkungan St. Yohanes, ada sekitar 30–40 kepala keluarga beragama Katolik. Selama live in di Lingkungan St. Yohanes, saya mengunjungi beberapa orang tua yang sakit. Salah satunya adalah Mbah Veronika yang berusia 101 tahun. Mbah Veronika seorang diri membesarkan 11 anaknya hingga semua anaknya menjadi sukses. Kalimat yang menjadi pegangan hidupnya adalah ’pasrah kepada Gusti yang memberi segala kemurahan, serta tak jemu-jemu dalam berusaha dan berdoa’.

Selama live in, saat di gereja saya melihat ada beberapa remaja sekitar kelas SMP. Semoga kehadiran para suster ditengah-tengah umat dapat menumbuhkan bibit-bibit panggilan di hati kaum muda. (Sr. Katharina Galih, SSpS)

IMANMU MENGUATKANKU

Saya menyambut tawaran mengikuti live in di Ngrambe dengan antusias mengingat live in menjadi sarana yang baik untuk mengenalkan hidup bakti di tengah keluarga. Menebar jala untuk menjaring mereka yang merasa terpanggil dan tertarik untuk menjadi pelayan Kristus.       

Saya bersama 3 suster lainnya, Sr. Galih, Sr. Yanti, dan Sr. Yosefrida pada Kamis, 31 Agustus 2023 berangkat dengan kereta api dari Surabaya menuju Stasiun Walikukun Ngawi. Sedangkan Sr. Catharina Ima berangkat dari Kediri. Malam hari kereta sampai di Stasiun Walikukun dan Diakon Yohanes Dwi Penta Pasati menjemput kami untuk langsung berangkat menuju Paroki Ngrambe – Ngawi.   

Sesampai di paroki, telah hadir bapak ibu tempat para suster akan tinggal. Saya tinggal bersama keluarga Bapak Edi di Lingkungan St. Lukas. Wilayah lingkungan St. Lukas cukup luas, mencakup 6 desa dan terdiri 27 KK dengan jarak antar satu keluarga yang satu dengan yang lain cukup jauh. Sebagian besar adalah lanjut usia, karena anak-anak muda lebih memilih tinggal di kota.

Bapak Edi tinggal berdua saja dengan istri karena kedua putra mereka tinggal di tempat berpisah. Sesampai di rumah, saya sharing bersama Bapak dan Ibu Edi hingga larut malam. Hari pertama di pagi hingga siang, saya berkegiatan bersama keluarga. Pada sore setelah misa Jumat pertama bersama Bapak dan Ibu Edi, saya mengadakan kunjungan di dua keluarga.

Hari ke-dua, pagi hingga siang kembali saya berkegiatan di keluarga. Saya tidak melakukan kunjungan pada pagi hingga siang karena pada jam-jam tersebut umat berkegiatan di sawah/ladang mereka. Dan pada pukul 15.00 WIB bersama Bapak dan Ibu Edi mengunjungi dua keluarga. Masing-masing bercerita tentang pengalaman iman mereka dalam mendampingi anak-anak, dalam hidup menggereja, dan di tengah umat yang mayoritas beragama non Katolik. Mereka adalah teladan iman bagi masyarakat di sekitarnya. Sharing mereka menguatkan saya untuk tetap setia dalam melayani Kristus.

Minggu, 3 September 2023 dihari terakhir live in, para suster bersama keluarga masing-masing mengikuti misa. Pada saat sebelum berkat penutup RD. Sebastianus Joko Purnomo, Romo Rekan Paroki Ngrambe, mempersilahkan para suster memperkenalkan diri, sekaligus mengenalkan SSpS. (Sr. Maria Rosari Dewi, SSpS)

BERBAGI SHARING KEHIDUPAN

Saya bersyukur bisa ikut ambil bagian dalam live in di Paroki Kristus Raja, Ngrambe – Ngawi Lingkungan Barnabas. Saya tinggal di rumah Ibu Kamto dan Mbak Bety. Mereka menerima dengan gembira dan terbuka

Selain sharing bersama keluarga, saya juga mengunjungi umat di Lingkungan Barnabas dan berdoa bersama. Umat lingkungan menyambut dengan sukacita dan dengan terbuka berbagi sharing kehidupan yang mereka alami. Umat juga terbuka bila dari anak-anak mereka terpanggil menjadi romo ataupun suster.

Hari terakhir disana live in, umat lingkungan mengadakan pertemuan pertama BKSN di rumah Bu Kamto. Semua merasa bersyukur bisa sharing kitab suci dan berbagi pengalaman hidup sebagai murid-murid Kristus. (Sr. Yanti, SSpS)

KEHANGATAN DI TERAS LAWU

Suasana hangat menyelimuti perjumpaan umat Paroki Kristus Raja, Ngrambe – Ngawi. Kesederhanaan dan kegembiraan begitu nampak saat para Suster SSpS hadir ditengah umat untuk live in. Para Suster ditempatkan dalam keluarga-keluarga di lingkungan sekitar Paroki.

Tinggal di keluarga Ibu Endang Kirno, salah satu umat di lingkungan St. Lukas menjadi pengalaman penuh syukur dan mengajarkan kepada saya banyak hal. Mendengarkan pengalaman hidup Ibu Endang ketika berjuang melawan kanker serviks hingga akhirnya dinyatakan sembuh, kembali meneguhkan saya bahwa Allah senantiasa menghendaki keselamatan terjadi dalam diri setiap orang. Dalam setiap perbincangan, Ibu Endang sering kali mengatakan bahwa segala sesuatu dapat terjadi, asal Tuhan menghendaki. Termasuk juga perjalanan hidupnya yang tidak selalu baik-baik saja. Cerita hidup Ibu Endang menjadi inspirasi bagi saya untuk selalu meyakini bahwa hal baik selalu dikerjakan oleh Allah meskipun dalam perkara sulit sekalipun.

Demikian halnya dengan perjumpaan bersama umat lingkungan St. Lukas lainnya, yang membuat saya semakin kaya akan pengalaman akan Allah. Doa yang tidak pernah putus dihaturkan kepada Allah, yang meyakinkan mereka untuk terus berpegang pada kehendak Allah membuat saya merasa tersentuh dan diteguhkan bahwa kesetiaan yang dianugerahkan kepada saya juga berkat doa dari orang-orang seperti mereka.

Kehangatan di teras Lawu yang menjadi warna dalam setiap perjumpaan dengan umat Paroki Ngrambe yang menjadi tempat yang indah untuk mengalami Allah. Kesederhanaan, kelembutan, keramah tamahan, dan kesetiaan dalam doa menjadi perwujudan kemuliaan Allah yang hadir dalam setiap pribadi yang saya jumpai. (Sr. Chatarina, SSpS)

KEHIDUPAN GUYUB BERTETANGGA

Kami tiba di paroki sekitar jam 19.30 dijemput oleh Diakon Jhon di Stasiun Walikukun. Setelah makan malam bersama 2 romo, diakon dan beberapa umat, kami diantar ke rumah rumah umat tempat kami masing-masing tinggal. Saya tinggal di rumah keluarga Mas Evan dan Mbak Santi, istrinya, yang letaknya agak jauh dari paroki. Sekitar setengah jam perjalanan dengan naik motor.

Di rumah keluarga Mas Evan, tinggal pula ibu dan bapak Mas Evan. Mas Evan dan Mbak Santi memiliki 1 anak bernama Rere yang sekolah kelas 2 SD. Rere setia menemani dan mengantar saya mengunjungi umat jika ayahnya pergi kerja, sehingga 12 keluarga dalam 1 lingkungan dapat saya kunjungi semua. Umat senang dengan kunjungan ini karena sudah lama tidak ada suster ke rumah mereka.

Saya kunjungan mulai pagi sampai siang kemudian hari Jumat dan Sabtu dilanjutkan sore sampai malam. Sabtu jam pk. 9.00 bersama Sr Chatarina, kami mendampingi BIAK di paroki dan pk 15.00 mengikuti latihan koor di paroki. Pk. 18.00 diadakan Pembukaan BKSN di lingkungan dan hampir semua umat datang mengikuti. Untuk OMK (Orang Muda Katolik)-nya banyak yang berada di luar kota.

Umat paroki sangat terbuka dan tulus menerima kami. Mereka cukup aktif di kegiatan paroki dan lingkungan. Umat di desa juga masih sangat guyub bertetangga. Mereka masih rewang (saling membantu) jika ada hajatan nikah, orang meninggal, ataupun membangun rumah walaupun berbeda agama. Umat berharap agar saya tinggal di lingkungan tidak hanya 2 hari, tetapi selama 1 minggu.

Sunguh mengesankan kebersamaan, ketulusan, penerimaan, keterbukaan, dan kekeluargaan umat. Pada hari Minggu setelah misa pagi, kami para suster SSpS memperkenalkan diri di gereja, berterima kasih dan sekalian pamit kepada umat. Juga secara singkat kami memperkenalkan SSpS. Setelah misa, kami langsung diantar oleh Diakon ke Stasiun Walikukun karena kereta api kami berangkat pk. 09.12 WIB. (Sr. Yosefrida, SSpS)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *